KPK Sosialisasi Pengendalian Gratifikasi Bagi Pegawai Negara Dan BUMD Di Kota Pontianak

KPK Sosialisasi Pengendalian Gratifikasi Di Kota Pontianak

YARSIPONTIANAK.COM
(PONTIANAK)
– Direktorat dan Pelayanan
Publik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia (RI) laksanakan sosialisasi
pengendalian gratifikasi bagi Pegawai Negara dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
lingkup Pemkot Pontianak di Aula Sultan Syarif Abdurrahman (SSA) Kantor Wali
Kota pada hari  Senin (27 Pebruari 2023).

Gratifikasi
seringkali dihubungkan dengan tindakan korupsi. Pasalnya tindakan itu dapat
merusak integritas dan kepercayaan masyarakat terhadap sebuah institusi atau
pemerintahan. Gratifikasi adalah sebuah bentuk pemberian atau janji pemberian
sesuatu kepada seseorang berkaitan dengan penyelenggara negara atau pelayanan
publik.

 

Wali Kota
Pontianak Edi Rusdi Kamtono mengatakan, Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak
berkomitmen untuk mengikis gratifikasi di lingkungannya. Gratifikasi memiliki
dampak negatif pada orang yang menerimanya sebab dapat mempengaruhi integritas
dan profesionalismenya.

 

“Oleh
sebab itu, gratifikasi harus dihindari dan dianggap sebagai tindakan yang tidak
etis,” ujarnya pada sosialisasi pengendalian gratifikasi bagi pegawai
negara dan BUMD lingkup Pemkot Pontianak yang disampaikan oleh KPK RI di Aula
Sultan Syarif Abdurrahman (SSA) Kantor Wali Kota, Senin (27/2/2023).

 

Edi juga
menambahkan, capaian Monitoring Center for Prevention (MCP) Pemkot Pontianak
memperoleh nilai 90,05 persen di tahun 2022. MCP merupakan aplikasi atau
dashboard yang dikembangkan oleh KPK untuk melakukan monitoring capaian kinerja
program pencegahan korupsi melalui perbaikan tata kelola pemerintahan yang
dilaksanakan pemerintah daerah di seluruh Indonesia.

 

“Jajaran
Pemkot Pontianak berupaya untuk meningkatkan MCP melalui perbaikan dan evaluasi
serta capaian-capaian target sebagai cerminan pelaksanaan pelayanan publik atau
tata kelola di Pemerintahan Kota Pontianak,” ungkapnya.

 

Muhammad
Indra Furqon, Direktorat dan Pelayanan Publik KPK RI menjelaskan, pemahaman
makna gratifikasi oleh masyarakat memang masih sangat minim. Betapa tidak, di
tahun 2019, KPK melakukan survei partisipasi publik. Hasil dari survei itu
ternyata hanya 37 persen saja masyarakat yang paham apa itu gratifikasi.
Sedangkan 63 persennya tidak paham makna gratifikasi.

 

“Karena
dari survei yang kami lakukan, banyak masyarakat yang termasuk dalam 63 persen
itu beranggapan gratifikasi ini cabang ilmu pengetahuan alam,” ungkapnya.

 

Oleh karena
ketidakpahaman itulah, lanjutnya lagi, menjadi satu di antara penyebab, hanya
13 persen yang pernah melaporkan soal gratifikasi di tahun 2019. Di beberapa
tempat, ada yang mengklaim bahwa mereka tidak melaporkan karena di tempatnya
nihil gratifikasi. Ternyata pendapat itu terbantahkan oleh Survei Penilaian
Integritas di tahun yang sama, yang mana gratifikasi ditemukan di 91 persen
peserta survei.

 

“Artinya
gratifikasi itu ada, hanya belum mau lapor saja,” sebut Indra.

 

Lebih
lanjut, dia bilang, selain ketidakpahaman, penyebab lainnya orang tidak
melaporkan gratifikasi adalah karena takut. Sehingga gratifikasi ini masih
terjadi akibat tidak banyak yang melaporkannya.

 

“Soal
gratifikasi, ada beberapa perspektif yakni perspektif logika, etika, agama dan
hukum,” tuturnya.

 

Menurutnya,
dalam kaitan gratifikasi, tidak ada kriteria atau batasan nilai dari uang atau
barang yang diberikan sebab gratifikasi luas maknanya. Sekecil apapun itu
nilainya, kalau sudah termasuk kategori gratifikasi maka itu adalah
gratifikasi. Gratifikasi korelasinya dengan pelayanan publik, bisa
menghancurkan sistem dan timbulnya diskriminasi dalam pelayanan publik. Kaitan
dengan perizinan, perizinan itu harus transparan. Misalnya mulai dari
persyaratan, berapa lama prosesnya, berapa biayanya, diumumkan di website,
poster, media sosial dan sebagainya. Jika tidak ada transparansi, inilah yang
menjadi pintu masuk gratifikasi.

 

“Tidak
pantas kita sebagai pegawai negeri atau pejabat publik menerima pemberian atas
pelayanan yang kita berikan karena hak berupa gaji dan insentif sudah kita
terima, sementara pelayanan yang diberikan sudah menjadi tugasnya,”
tegasnya. (tim liputan).

Editor : Humas
Yarsi Pontianak