Sejarah Suku Batak, Kenapa Banyak Yang Jadi Pengacara

YARSIPONTIANAK.ID (PONTIANAK) – Suku Batak merupakan suku yang berasal dari Sumatera Utara dari rumpun etnis yang mendiami sebagian besar wilayah di beberapa kabupaten di Sumatera Utara seperti Kabupaten Karo, Dairi, Simalungun, Asahan, dan Tapanuli Utara.

Suku Batak ini menjadi suku bangsa terbesar ketiga di Indonesia setelah Suku Jawa dan Suku Sunda.

Suku Batak dibagi menjadi 6 subsuku atau yang disebut dengan istilah Puak. Subsuku dari Suku Batak yaitu Suku Batak Toba, Karo, Angkola, Mandailing, Pakpak, dan Simalungun.

NENEK MOYANG SUKU BATAK

Asal-usul dan sejarah Suku Batak terdapat banyak versi. Hal ini karena minimnya catatan sejarah dan literatur yang ditemukan, sehingga asal-usul dari suku ini belum dapat dipastikan sepenuhnya.

Asal usul Suku Batak umumnya diketahui dari nenek moyang dari Asia Selatan yang bermukim di pulau Sumatera. Suku Batak juga diketahui merupakan penutur bahasa Austronesia.

Mengutip dari buku suku-suku bangsa di Sumatera karya Giyanto, nenek moyang dari Suku Batak merupakan kelompok Proto Melayu atau yang biasa disebut juga sebagai Melayu Tua.

Pada mulanya kelompok Proto Melayu berasal dari Asia Selatan. Lalu kemudian mereka bermigrasi ke Indonesia melalui Pulau Sumatera lewat Semenanjung Malaya. Setelah sampai di Pulau Sumatera, kelompok tersebut menetap di sekitar Danau Toba, Sumatera Utara.

Kemudian, kelompok tersebut membuat permukiman di Sianjur mula-mula. Seiring berjalannya waktu, permukiman ini berkembang dan menyebar ke wilayah di sekitarnya.

SISTEM MARGA PADA SUKU BATAK

Suku Batak dibagi ke dalam 6 sub suku atau Puak. Setiap Puak memiliki nama-nama marganya masing-masing. Hal ini berkaitan dengan sistem kekerabatan dan berfungsi untuk memberi tanda adanya tali persaudaraan pada orang Batak yang bermarga dari Puak yang sama.

Orang Batak juga menganut paham patrilineal yaitu paham garis keturunan bapak sehingga jika terdapat seorang anak dari Suku Batak yang lahir maka akan mengikut marga dari sang ayah. Penting untuk diketahui, hingga saat ini terdapat hampir 500 marga Suku Batak. Sehingga setiap Puak memiliki banyak marga.

Bagi orang Batak, sangat penting untuk mengetahui asal-usul atau dari keturunan mana orang tersebut berasal.

Untuk mengetahui hal ini Suku Batak menggunakan Tarombo atau silsilah garis keturunan.
Dengan menggunakan Tarombo, maka akan diketahui dari garis keturunan mana seseorang berasal dan bagaimana posisinya pada marga tersebut serta dapat dirunutkan juga asal-usul keturunan orang tersebut hingga sampai pada si Raja Batak.

BAHASA BATAK

Bahasa Batak terbagi ke dalam beberapa logat tergantung dari Puak mana ia berasal. Macam-macam logat yang dimiliki Suku Batak yaitu :

• Logat Karo, digunakan oleh Suku Batak Karo
• Logat Pakpak, digunakan oleh Suku Batak Pakpak
• Logat Simalungun, digunakan oleh Suku Batak Simalungun
• Logat Toba, digunakan oleh Suku Batak Toba, Angkola, dan Mandailing.

AGAMA DI TANAH BATAK

Agama atau kepercayaan yang dianut, saat ini sebagian besar Suku Batak menganut agama Kristen Protestan dan sebagian lainnya Katolik dan Islam.

Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) telah berdiri di Balige pada bulan September 1917. Pada akhir tahun 1920-an, sebuah sekolah perawat memberikan pelatihan perawatan kepada bidan-bidan disana. Kemudian pada tahun 1941, Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) didirikan.

Misi Katolik masuk ke tanah Batak setelah Zending Protestan berada di sana selama 73 tahun. Daerah-daerah yang padat penduduknya serta daerah-daerah yang subur sudah menjadi “milik” Protestan.

Menurut Sybrandus van Rossum dalam tulisannya berjudul “Matahari Terbit di Balige” bahwa pada tahun 1935 orang Batak yang sudah dibaptis di Protestan mencapai lebih kurang 450.000 orang.

Lembaga pendidikan dan kesehatan sudah berada di tangan Zending. Zending juga sudah mempunyai kader-kader yang tangguh baik dalam masyarakat maupun dalam pemerintahan. Dalam situasi seperti itulah misi Katolik masuk ke tanah Batak.

Selain itu, pada sebagian kecil Suku Batak ada juga yang menganut kepercayaan tradisional yaitu agama Parmalim. Namun seiring berjalannya waktu dan perkembangan teknologi, penganut agama tradisional pun semakin berkurang.

SALAM KHAS BATAK

Tiap etnis Batak memiliki salam khasnya masing masing. Beberapa salam yang biasa dituturkan oleh tiap etnis adalah:

1. Angkola dan Mandailing: “Horas Tondi Madingin Pir Ma Tondi Matogu, Sayur Matua Bulung!”
2. Karo: “Mejuah-juah Kita Krina!”
3. Pakpak: “Njuah-juah Mo Banta Karina!”
4. Simalungun: “Horas banta Haganupan, Salam Habonaran Do Bona!”
5. Toba: “Horas Jala Gabe Ma Di Hita Saluhutna!” atau “Horas Tondi Matogu, Pir Ma Tondi Madingin!”

RUMAH ADAT

Rumah adat Suku Batak dinamakan Rumah Bolon. Rumah Bolon bila diartikan dalam bahasa Indonesia berarti “rumah besar” yang merupakan suatu penggambaran dari rumah Bolon yang memang berukuran besar yaitu memiliki panjang sekitar 10-20 meter.

Dilihat dari jenisnya, rumah Bolon termasuk ke dalam jenis rumah panggung dengan ketinggian dua meter dimana baik penyangga atau pun dindingnya terbuat dari kayu.

TRADISI DAN BUDAYA BATAK

Kenapa orang Batak banyak yang menjadi Pengacara?

Apabila melihat dari sejarahnya, asal usul orang Batak banyak yang menjadi pengacara bermula dari Kampung Huta Siallagan. Di Kampung Huta Siallagan terdapat sebuah peninggalan berupa bebatuan yang bernama “Batu Persidangan”.

Dahulu, jika ada persoalan-persoalan di wilayah Huta Siallagan, maka disidang di batu itu. Saat ini, seluruh bebatuan yang konon menjadi tempat persidangan bagi orang yang melakukan tindak kejahatan itu menjadi situs sejarah.

Susunan kursi itu sebanyak sembilan buah, ada tempat duduk untuk raja, dukun, dan orang yang bersalah (pelaku). Selain itu, situs ini dulunya juga tumbuh sebatang pohon yang berada di samping kursi dan juga meja persidangan yang bernama “Pohon Kebenaran”.

Setiap putusan pengadilan yang diambil oleh raja akan disumpahkan ke pohon tersebut. Raja Siallagan memiliki penasehat persidangan yang saat ini disebut sebagai pengacara. Anggapan orang Batak terlahir sebagai seorang pengacara pun muncul di Kampung Huta Siallagan tersebut.

TRADISI MANGULOSI

Mangulosi merupakan salah satu tradisi dan budaya Batak. Mangulosi merupakan acara pemberian kain tenun khas Batak yaitu kain Ulos oleh sosok yang dituakan atau disebut dengan hula-hula. Bagi Suku Batak, kain Ulos sendiri dipercaya dapat memberi perlindungan dari segala cuaca dan kondisi. Sehingga diharapkan orang yang menerima kain Ulos bisa memperoleh perlindungan tersebut.

TARI TOR TOR

Tari Tor-tor merupakan tari khas Sumatera Utara lebih tepatnya tari tradisional budaya Batak. Tari ini biasa dipentaskan pada berbagai acara seperti upacara adat dan keagamaan, pernikahan ataupun penyambutan tamu.

Sebagai pengiring biasanya akan dimainkan alat musik berupa gamelan khas Batak yang disebut dengan Lima Taganing.

MERANTAU

Mirip dengan Suku Minangkabau, Suku Batak juga memiliki tradisi merantau. Tradisi ini berlaku untuk anak laki-laki yang menginjak usia dewasa dimana mereka diharuskan untuk merantau dan belajar untuk bekerja dan hidup mandiri.

Bahkan pada masa lampau, para pemuda yang merantau tidak diperbolehkan untuk kembali ke kampung halaman sebelum sukses atau mengumpulkan banyak harta.

KENDURI LAUT

Kenduri Laut merupakan upacara adat yang dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen yang telah didapatkan selama 1 tahun.

Upacara adat ini umumnya dilakukan oleh Suku Batak yang berada di Tapanuli Tengah dan dilakukan pada bulan Oktober setiap tahunnya. Sesuai namanya kenduri laut diadakan di tepi laut dan dilakukan dari malam sampai siang hari.

MARTAROMBO

Guna menjaga tali persaudaraan, saat di perantauan biasanya orang Batak akan melakukan tradisi Martarombo yang artinya mencari saudara.

Pada tradisi ini, di perantauan orang Batak akan mencari sesama Suku Batak dan biasanya mereka akan tinggal berdekatan pada wilayah tersebut agar dapat tetap terkoneksi satu sama lain.

Sumber : https://www.naturaldiamonds.com/, https://www.merdeka.com/, wikipedia
#FYP #Sejarah #sejarah #batak #sukubatak #fb