1,2 Juta Bayi Baru Lahir Sudah Jalani Skrining Hipotiroid Kongenital |
YARSIPONTIANAK.COM (JAKARTA) – Pemerintah terus menggencarkan kegiatan Skrining hipotiroid
Kongenital (SHK) pada bayi baru lahir di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan
di Indonesia. Hingga akhir tahun 2023, sebanyak 1,2 juta bayi telah diperiksa.
Atas capaian ini,
Indonesia melalui Kementerian Kesehatan terpilih sebagai salah satu negara yang
diwawancarai oleh Commission for Social Development. Sebuah badan penasihat
yang bertanggung jawab atas pilar pembangunan sosial pembangunan global. Hasil
wawancara akan disampaikan di sesi ke-62 (CSocD62) pada 5 sampai 14 Februari
2024 di UN Head Quarter, New York.
“Terima kasih kepada
semua stakeholder yang telah terlibat, mulai dari puskesmas, Prof Aman
Pulungan, rumah sakit, dokter spesialis anak dan IDAI, karena jumlahnya terus
meningkat,” kata Menteri Kesehatan Budi G. Sadikin pada hari Minggu
(21/1) di Jakarta.
Menkes menjelaskan
bahwa jumlah tersebut didapat dari cakupan pemeriksaan mingguan yang terus
meningkat. Pemeriksaan mingguan awalnya menjangkau seribu anak, kemudian naik
menjadi puluhan ribu dan konsisten pada angka 60 ribu bayi per minggu selama
tiga bulan terakhir.
Apabila dijumlahkan
selama setahun, sebanyak 1,2 bayi baru lahir tercatat sudah mendapatkan
Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK).
“Kita mulai dari 1.000
sampai 2.000 anak per minggu, kemudian naik lagi dan dalam 3 bulan terakhir
sudah konsisten di angka 60 ribu. Kalau dijumlahkan angkanya sudah 1,2 juta
mendekati 1,3 juta bayi yang diperiksa,” terang Menkes.
“Kalau kita bisa
konsisten di angka 60 ribu bayi saja, dalam waktu satu tahun sudah 3 juta anak
sudah kita periksa,” imbuh Menkes.
Ke depan, Menkes Budi
mendorong agar pemeriksaan hormon tiroid untuk mencegah kelainan bawaan dan
kematian pada bayi baru lahir tersebut terus digalakkan. Menkes menargetkan
jumlah bayi yang diperiksa setiap minggunya konsisten meningkat.
“Saya harapkan dengan
kecepatan yang sudah di angka 60 ribu, tahun ini bisa ditingkatkan lagi,” harap
Menkes.
Untuk mewujudkannya,
Menkes Budi mengungkapkan Kementerian Kesehatan telah menyusun sejumlah
strategi cakupan nasional skrining kesehatan pada bayi baru lahir semakin
banyak.
Strategi pertama,
memperluas fasilitas laboratorium kesehatan masyarakat, berkolaborasi dengan
pemerintah daerah, dan merampingkan transportasi sampel penyaringan agar lebih
cepat dan lebih efisien.
Kedua, membangun dan
memperkuat sistem kesehatan primer di setiap wilayah. Caranya dengan melengkapi
fasyankes dengan infrastruktur kesehatan yang modern, meningkatkan layanan ibu
dan bayi di fasilitas kesehatan publik dan swasta, serta memastikan perawatan
komprehensif di pada ibu dan bayi baru lahir.
Ketiga, meningkatkan
kesadaran masyarakat mengenai pentingnya skrining kesehatan pada bayi baru
lahir. Hal ini dilakukan dengan menggencarkan kampanye kesehatan yang
melibatkan komunitas dan individu.
“Kalau mau bayinya
sehat, usianya panjang, dan anaknya pintar, begitu bayi baru lahir mintalah
skrining kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan, gratis,” kata Menkes Budi.
Skrining Hipotiroid
Kongenital (SHK) merupakan uji saring yang dilakukan dengan pengambilan sampel
darah pada tumit bayi yang baru lahir. Pemeriksaan ini dilakukan untuk
mengelompokkan bayi yang mengalami gangguan hormon tiroid sehingga bayi bisa
mendapatkan pengobatan dengan cepat dan tidak berdampak serius pada tumbuh
kembangnya.
Pemeriksaan hormon
tiroid pada anak dilakukan dengan pengambilan 2-3 tetes sampel darah yang
diambil dari tumit bayi yang berusia 48 sampai 72 jam oleh tenaga kesehatan di
fasilitas pelayanan kesehatan.
Apabila lebih dari usia
tersebut, dikhawatirkan akan terjadi gangguan pertumbuhan dan perkembangan bayi
yang sifatnya permanen. Karenanya, Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) sejak dini
sangatlah penting untuk mencegah kelainan bahkan kematian pada bayi. (tim liputan).
Editor
: Humas Yarsi Pontianak