Cegah Dan Monitoring Kasus Korupsi Pada Usaha Sektor Kesehatan, KPK Lakukan Hal Ini

KPK Lakukan Pencegahan Dan Monitoring Kasus Korupsi Pada Usaha Sektor Kesehatan

YARSIPONTIANAK.COM
(JAKARTA)
– Wakil Ketua KPK
Alexander Marwata dan Nurul Gufron melakukan audiensi dengan Asosiasi Usaha
Sektor Kesehatan di Ruang Rapat Nusantara, Gedung Merah Putih KPK  Jakarta Pada hari Kamis (24 Agustus 2023).

 

Turut
hadir dalam audiensi Deputi Pencegahan dan Monitoring Pahala Nainggolan,
Direktur AKBU Aminuddin, Direktur Gratifikasi Herda Helmijaya, Plt. Juru Bicara
KPK Ipi Maryati, serta beberapa perwakilan Organisasi Perusahaan Alat-Alat
Kesehatan dan Laboratorium (GAKESLAB) Indonesia dan International
Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG).

 

Sektor
kesehatan menjadi sektor yang masuk dalam 4 teratas Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) terbesar di Indonesia. Pada 2023 saja, diketahui
Kementerian Kesehatan mendapat jatah APBN sebanyak Rp85,5 triliun. Bahkan untuk
2024 mendatang, anggaran kesehatan sudah ditetapkan sebesar 5,6 persen dari
APBN yang mengalami kenaikan 8,1 persen dibanding 2023.

 

Besarnya
anggaran ini, tentu harus dikelola dengan baik agar tidak ada oknum yang
menyelewengkan dananya, baik dari pihak penyelenggara negara maupun pihak
swasta. KPK mencatat sejak 2004-2022, ada 373 kasus tindak pidana korupsi yang
melibatkan pihak swasta, termasuk berasal dari sektor kesehatan. Angka ini,
lebih banyak ketimbang profesi lain di kasus serupa.

 

Ghufron
mengatakan bahwa sudah sepatutnya sektor kesehatan yang di dalamnya ada
industri farmasi dan industri alat kesehatan, untuk bersinergi membawa
Indonesia berdaulat dari sisi kesehatan dengan meningkatkan produksi dalam
negeri untuk pengadaan barang dan jasa.

 

“Mari
ciptakan dunia kesehatan menjadi dunia yang berkepastian, dunia yang
menyenangkan. Karena pemberantasan korupsi tidak mungkin dilakukan dalam tempo
sesingkat-singkatnya, sehingga mari kita sama-sama perangi secara bertahap
terutama di sektor kesehatan yang berhubungan dengan nyawa manusia,” tambah
Ghufron.

 

Marwata
mengatakan bahwa sektor kesehatan merupakan sektor yang sangat rawan terlibat
dalam kasus suap dan gratifikasi.

 

“Distributor
itu menyediakan alat, tapi tidak ikut tender, jadi hanya memberikan dukungan.
Tolong, karena bapak ibu dari industri dan gabungan alat kesehatan, jangan
hanya jadi pendukung saja, tapi juga ikut menjadi vendor. Masukan saja ke
e-katalog, jadi enggak perlu pake lelang. Harganya setidaknya sama dengan harga
pasar,” jelas Alex.

 

Sektor
dunia usaha, KPK juga turut mendorong pelaku usaha untuk memanfaatkan
pendampingan Direktorat Antikorupsi Badan Usaha (AKBU) yang dilengkapi dengan
Panduan Pencegahan Korupsi bagi Dunia Usaha untuk melanggengkan bisnis yang
dijalankannya, tanpa harus ada campur tangan perilaku lancung.

 

Aminuddin
menegaskan bahwa KPK terbuka untuk berdiskusi dan mendengarkan permasalahan
pengusaha secara berkala. Nantinya, KPK akan merunut permasalahan dan
menyelesaikannya secara berkala.

 

“Sampai
semester 1 tahun 2023, AKBU sudah melangsungkan 342 pertemuan dengan 248
asosiasi usaha untuk pemetaan dan penyelesaian isu pada masing-masing asosiasi
usaha. AKBU juga telah memfasilitasi dan mendorong diterbitkannya 4 peraturan
gubernur, 1 peraturan tingkat desa di Bali, dan 1 peraturan direktur BUMN dalam
rangka pencegahan korupsi.” Ujarnya

 

Terkait
alat kesehatan, pengusaha terkendala dalam implementasi Teknis Kebijakan
Prioritas Penggunaan Produk dalam Negeri (TKDN) yang seringkali terjadi
perbedaan penilaian dan proses sertifikasinya yang memakan biaya dan waktu yang
panjang, serta permasalahan subtitusi alat kesehatan impor yang melalui
mekanisme freeze/unfreeze.

 

Lingkup
farmasi, pengusaha terkendala dengan ketersediaan obat-obatan baru yang
diluncurkan secara global yang membutuhkan waktu 40 bulan, permintaan perizinan
dilimpahkan pada swasta, permintaan sponsorship dengan harga yang melambung
tinggi, hingga masalah etik. (Sumber : Humas KPK-RI).

 

Editor
: Humas Yarsi Pontianak