KPK Akan Kaji Dana Transfer Daerah Untuk Cegah Potensi Korupsi

KPK Akan Kaji Dana Transfer Daerah, Cegah Potensi Korupsi

YARSIPONTIANAK.COM (JAKARTA) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Kedeputian Pencegahan dan
Monitoring terus melakukan pelbagai upaya untuk mengkaji dan memetakan risiko
terjadinya tindak pidana korupsi di daerah.

Hal ini
disampaikan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam kegiatan kajian pemetaan
potensi korupsi pada dana Transfer ke Daerah (TKD) kepada Kementerian Keuangan,
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, dan Kementerian Dalam
Negeri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta pada hari Selasa (7 Maret 2023).

Ghufron menjelaskan, rendahnya
kemampuan mengelola keuangan dan aset dalam otonomi daerah, menjadi pekerjaan
rumah pemerintah provinsi maupun kabupaten
dan kota. Hal itu
disebabkan oleh lemahnya sistem yang mengakibatkan munculnya indikasi korupsi
dan pelbagai pungutan yang dapat mereduksi upaya pertumbuhan perekonomian
daerah.

“Dalam menumbuhkan daya saing antar
daerah, otonomi daerah seharusnya dapat meningkatkan akuntabilitas dalam
penyelenggaran pemerintah daerah. Dalam kajian ini, KPK menemukan berbagai
permasalahan terhadap besarnya nilai alokasi dana Transfer ke Daerah dalam
belanja pemerintah daerah,” kata Ghufron.

Ghufron pun merincikan, dana transfer
ke daerah memiliki porsi sepertiga dari anggaran negara, porsi dana Transfer ke
daerah pada rentang waktu 2017 sampai 2022 mencapai 21
persen – 37 persen dalam belanja pemerintah. Sedangkan ketergantungan daerah
terhadap dana Transfer ke Daerah, mencapai kurang lebih 56
persen dari pendapatan daerah pada tahun 2017 sampai 2022.

“Sepanjang tahun 2004 sampai dengan
2022, KPK telah menangani setidaknya 178 kepala daerah yang terdiri dari 23
Gubernur, 155 Walikota
, Bupati dan Wakil yang terjerat kasus tindak pidana korupsi. Setengah dari
jumlah tersebut, tercatat ada 113 kepala daerah yang kasusnya terjadi dalam
enam tahun terakhir,” ungkap Ghufron.

Ghufron membeberkan, modus suap pun
sering digunakan para pelaku untuk melakukan upaya korupsi, seperti
menyalahgunakan jalur aspirasi DPR pada pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK),
menggunakan pengaruh pejabat eksekutif dan legislatif untuk mengintervensi
kementerian terkait, serta menjual informasi alokasi DAK dan Dana Insentif
Daerah (DID) kepada pemerintah daerah.

Pada kesempatan yang sama, Deputi
Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan juga menyampaikan, alur
birokrasi dana Transfer ke Daerah sangat berliku dengan syarat kepentingan
politik anggaran yang seluruhnya memicu praktik korupsi. Seluruh dana yang
dialokasikan untuk daerah harus melewati sejumlah meja yang kerap dihinggapi
praktik kotor.

“Termasuk pada dana perencanaan yang
diajukan pemerintah daerah terhadap Kementerian Keuangan, dapat berubah sesuai
dinamika dan persetujuan DPR. Pada tahap perencanaan ini pemerintah daerah
harus berjuang ke Jakarta, ke kementerian supaya masuk ke dalam usulan yang
akan dibawa Kementerian Keuangan ke DPR,” kata Pahala.

Oleh karenanya, lanjut Pahala, KPK
melalui kajian ini bertujuan untuk memetakan potensi korupsi dalam
penyelenggaraan dana transfer ke daerah dan memberikan rekomendasi dalam rangka
menutup celah korupsi dalam penyelenggaraan kebijakan dana transfer ke daerah.

Ketidakpastian Dan Transparasi

Pada proses transfer Dana Alokasi
Khusus Fisik (DAKF) yang tidak efektif, sering terjadi karena proses bisnis
terhadap penilaian atau pemenuhan readiness criteria yang
berulang.

Penentuan lokasi prioritas (Lokpri)
belum berdasarkan kriteria yang jelas, ketidakpastian dan keterbatasan waktu
dalam pengusulan DAKF dari pemerintah Daerah.

Rekomendasi yang KPK berikan
diantaranya;

  • Menyampaikan surat
    pemberitahuan DAK Fisik kepada kepala daerah dengan periode waktu yang
    konsisten di awal tahun anggaran sebelum memuat pagu indikatif per daerah
    per bidang.
  • Bersama Kementerian
    PPN/Bappenas menyederhanakan proses bisnis dana transfer dan
    menginformasikan lebih awal lokasi prioritas, petunjuk teknis/operasional
    serta kriteria dan formulasi intensif fiskal.
  • Menerapkan prinsip
    transparasi dalam perhitungan alokasi dan penyaluran serta penilaian kinerja
    pemerintah daerah.
  • Kementerian Keuangan
    menyampaikan surat pemberitahuan DAK Fisik kepada kepala daerah dengan
    periode waktu yang konsisten di awal tahun anggaran, sebelumnya dengan
    memuat pagu indikatif per daerah per bidang.

Desain Kebijakan Tidak Efektif

Alokasi Dana Insentif Daerah kecil
dan penggunaannya ditentukan oleh pemerintah pusat, waktu penggunaan DID
kinerja tahun berjalan sempit dan disalurkan menjelang akhir tahun serta
diarahkan untuk bantuan sosial, Alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau
(DBH CHT) yang terlalu kecil sehingga tidak efektif.

Rekomendasi yang KPK berikan,
Kementerian Keuangan, Kementerian PPN/Bappenas, dan kementerian/lembaga teknis
harus memperbaiki dana transfer dan insentif fiskal ke daerah dalam rangka
mendorong kinerja pemerintah daerah.

Lemahnya Pengawasan

Pengawasan oleh aparat pengawasan
Intern Pemerintah (APIP) tidak substantif, hanya bersifat administratif.
Rekomendasi yang KPK berikan, Kementerian Dalam Negeri harus menyusun aturan
ulang untuk memperkuat pengawasan implementasi kegiatan dana transfer dan
insentif fiskal ke daerah.

Untuk itu, KPK berharap kepada
kementerian
dan lembaga terkait yang akan memperbaiki sistem dan telah
memitigasi risiko korupsi, agar bisa diimplementasikan saat merealisasikan dana
TKD pada rencana aksi yang telah dibuat.
(Sumber : Humas KPK RI).

Editor : Humas Yarsi Pontianak